Dengan karakter permainan
seperti di atas, permainan konstruktif tak dapat dilakukan oleh seluruh balita.
Agus Sujanto dalam Psikologi Perkembangan (Jakarta: Aksara Baru,
1988) memaparkan prosentase permainan yang biasa dilakukan seorang anak dalam
setiap hari berdasar tingkatan umur.
Anak usia 4-5 tahun digolongkan masa kanak-kanak. Aktivitas membangun dan mencipta sudah ada dan berkembang pesat pada usia ini. Seperti yang dikemukakan oleh Carl Buhler bahwa permainan konstruktif sudah ada mulai usia 2 tahun dan meningkat terutama mulai usia 5 tahun. H. Hetzer juga mengemukakan bahwa pada usia 4-8 tahun porsi permainan konstruktif lebih besar daripada porsi permainan lain. Menurut Singgih D. Gunarsa, anak pada masa ini mempunyai ciri-ciri:
• tak lagi tergantung pada orang tua dan sudah punya inisiatif untuk melakukan sesuatu.
• mulai mengetahu kemampuan dan keterbatasannya serta bisa
• berkhayal tentang apa yang akan dilakukannya.
• menyenangi hal-hal baru dan menarik.
• mampu bekerjasama dengan orang dewasa.
Permainan seorang anak dapat merangsang kemampuan ingatannya. Kemampuan ingatan memang harus dirangsang dan dilatih. Drs. Padji menyatakan bahwa kemampuan otak untuk menyimpan dengan cepat dan mengingat kembali dengan teliti harus dilatih dan disempurnakan (Meningkatkan Keterampilan Otak Anak, Drs. Padji, Pioner Jaya, Bandung, 1992, hal. 24).
Permainan konstruktif sebagai bagian dari permainan edukatif, dapat merangsang kemampuan ingatan seorang anak. Tujuan diberikan permainan ini adalah untuk pengembangan aspek-aspek kepribadian anak, di antaranya untuk mengetahui dan merangsang kreativitas anak dalam mereproduksi bentuk bangunan yang bersifat konstruktif sesuai dengan imajinasinya. Manfaat utama dari permainan konstruksi adalah melatih kemampuan ingatan anak. Setiap kali anak melakukan permainan konstruktif, maka otak anak diaktifkan kembali untuk mengingat. Semakin banyak anak diberikan permainan ini, semakin banyak pula latihan mengingat pada anak dan kemampuan ingatan anak menjadi terlatih dengan baik. Misal anak yang tinggal di pesantren. Mereka sering diberi tugas hafalan.
Ini artinya mereka sering mendapat latihan mengingat, hingga ingatan mereka menjadi terlatih dan mudah mengingat sesuatu.
Metode dalam melatih ingatan dengan memberikan permainan konstruktif dikenal dengan sebutan metode rekonstruksi. Kepada anak diperlihatkan berbagai obyek yang tersusun dengan cara tertentu. Setelah itu, urutan tersebut dibongkar dan anak harus menyusun kembali. Melalui permainan ini anak dapat berekspresi dan berkreasi dengan benda-benda yang beraneka ragam bentuknya sesuai dengan yang diingatnya. Permainan seperti ini penting karena merupakan latihan bagi kemampuan ingatan anak. Dalam permainan itu anak menerima kesan-kesan yang nantinya dapat dimunculkan kembali saat diperlukan. Saat memasuki sekolah dasar misalnya, anak menjumpai pelajaran-pelajaran yang berhubungan dengan permainan yang pernah dilakukan, antara lain bangun dasar geometri. Bahkan, kemampuan ingatan yang sudah terlatih sangat berguna dalam keseluruhan proses belajar. Antara proses belajar dan ingatan mempunyai hubungan erat. Tak mungkin kita mempelajari sesuatu tanpa fungsi ingat atau dikritik orang dewasa. Tapi, semua itu bisa dihindari atau dikurangi dengan cara menghargai apapun hasil konstruksi yang telah dibuat anak.
Dalam hal ini, tentu saja peran orang tua sangat besar untuk menjaga semangat anak dalam melakukan permainan konstruktif.
Anak usia 4-5 tahun digolongkan masa kanak-kanak. Aktivitas membangun dan mencipta sudah ada dan berkembang pesat pada usia ini. Seperti yang dikemukakan oleh Carl Buhler bahwa permainan konstruktif sudah ada mulai usia 2 tahun dan meningkat terutama mulai usia 5 tahun. H. Hetzer juga mengemukakan bahwa pada usia 4-8 tahun porsi permainan konstruktif lebih besar daripada porsi permainan lain. Menurut Singgih D. Gunarsa, anak pada masa ini mempunyai ciri-ciri:
• tak lagi tergantung pada orang tua dan sudah punya inisiatif untuk melakukan sesuatu.
• mulai mengetahu kemampuan dan keterbatasannya serta bisa
• berkhayal tentang apa yang akan dilakukannya.
• menyenangi hal-hal baru dan menarik.
• mampu bekerjasama dengan orang dewasa.
Permainan seorang anak dapat merangsang kemampuan ingatannya. Kemampuan ingatan memang harus dirangsang dan dilatih. Drs. Padji menyatakan bahwa kemampuan otak untuk menyimpan dengan cepat dan mengingat kembali dengan teliti harus dilatih dan disempurnakan (Meningkatkan Keterampilan Otak Anak, Drs. Padji, Pioner Jaya, Bandung, 1992, hal. 24).
Permainan konstruktif sebagai bagian dari permainan edukatif, dapat merangsang kemampuan ingatan seorang anak. Tujuan diberikan permainan ini adalah untuk pengembangan aspek-aspek kepribadian anak, di antaranya untuk mengetahui dan merangsang kreativitas anak dalam mereproduksi bentuk bangunan yang bersifat konstruktif sesuai dengan imajinasinya. Manfaat utama dari permainan konstruksi adalah melatih kemampuan ingatan anak. Setiap kali anak melakukan permainan konstruktif, maka otak anak diaktifkan kembali untuk mengingat. Semakin banyak anak diberikan permainan ini, semakin banyak pula latihan mengingat pada anak dan kemampuan ingatan anak menjadi terlatih dengan baik. Misal anak yang tinggal di pesantren. Mereka sering diberi tugas hafalan.
Ini artinya mereka sering mendapat latihan mengingat, hingga ingatan mereka menjadi terlatih dan mudah mengingat sesuatu.
Metode dalam melatih ingatan dengan memberikan permainan konstruktif dikenal dengan sebutan metode rekonstruksi. Kepada anak diperlihatkan berbagai obyek yang tersusun dengan cara tertentu. Setelah itu, urutan tersebut dibongkar dan anak harus menyusun kembali. Melalui permainan ini anak dapat berekspresi dan berkreasi dengan benda-benda yang beraneka ragam bentuknya sesuai dengan yang diingatnya. Permainan seperti ini penting karena merupakan latihan bagi kemampuan ingatan anak. Dalam permainan itu anak menerima kesan-kesan yang nantinya dapat dimunculkan kembali saat diperlukan. Saat memasuki sekolah dasar misalnya, anak menjumpai pelajaran-pelajaran yang berhubungan dengan permainan yang pernah dilakukan, antara lain bangun dasar geometri. Bahkan, kemampuan ingatan yang sudah terlatih sangat berguna dalam keseluruhan proses belajar. Antara proses belajar dan ingatan mempunyai hubungan erat. Tak mungkin kita mempelajari sesuatu tanpa fungsi ingat atau dikritik orang dewasa. Tapi, semua itu bisa dihindari atau dikurangi dengan cara menghargai apapun hasil konstruksi yang telah dibuat anak.
Dalam hal ini, tentu saja peran orang tua sangat besar untuk menjaga semangat anak dalam melakukan permainan konstruktif.
0 komentar:
Post a Comment